Rasulullah
baru saja kembali dari ziarah maqam para shahabat ( baqi’),ketika
Jibril menemui Beliau dan mengajukan dua pilihan. Apakah Rasulullah
menginginkan dunia dan segala isinya, atau bertemu Allah Swt? Dan
Rasulullah Saw memilih opsi kedua.
Setibanya di rumah, Aisyah ra. menyambut Rasulullah seraya berkata; “Wahai Rasul, kepalaku pusing”. Rasulullah-pun tersenyum, “Demi Allah wahai istriku, kepalaku juga pusing sekali”. Lalu Rasulullah bertanya kepada Aisyah sambil bersendagurau, “Apa yang menjadi beban pikiranmu, bila engkau meninggal duluan sebelum aku?”
Sambil bersenda mesra Aisyah menjawab, “Demi Allah, jika demikian wahai Rasulullah, Engkau tinggal kembali ke istri-istrimu yang lain”.
Rasulullah tersenyum mendengar jawaban Aisyah, dan Beliau tidur pada
malam itu dalam keadaan sakit. Inilah permulaan sakit Rasulullah yang
menyebabkan wafatnya beliau.
Rabu, 7 Rabi’ul Awwal 11 H (Lima hari sebelum wafat)
Seperti
biasa Rasulullah mengunjungi istri-istrinya secara bergilir. Dan
setibanya di rumah Maimunah ra, sakit Beliau tiba-tiba bertambah parah.
Lalu Rasulullah memanggil istri-istrinya untuk berkumpul, lalu meminta
izin agar bisa dirawat di rumah Aisyah ra. Keadaan Rasulullah semakin
parah, beliau terpaksa dipapah oleh Fadhil bin ‘Abbas dan Ali bin Abi
Thalib menuju ke rumah Aisyah, sedang kedua kaki Beliau sudah tidak bisa
menapak tanah.
Kamis, 8 Rabi’ul Awwal 11 H (Empat hari sebelum wafat)
Rasulullah
meminta dibawakan untuknya tujuh bejana berisi air dari tujuh sumur
yang berbeda. Dalam posisi duduk, Rasulullah dimandikan dengan air
tersebut. Karena merasa pusingnya agak berkurang, Rasulullah keluar dan
berkhutbah di hadapan ummatnya. Dan pada hari itu juga, Rasulullah masih
sempat shalat magrib berjamaah bersama para shahabat.
Itu merupakan khutbah terakhir Rasulullah, dan shalat terakhir beliau bersama para sahabat dan pengikutnya.
Minggu, 11 Rabi’ul Awwal 11 H (Satu hari menjelang wafat)
Rasulullah
membebaskan semua hamba sahayanya, dan menghibahkan seluruh peralatan
perangnya kepada kaum muslimin. Tidak ada yang tersisa dari harta Beliau
kecuali disedekahkan semuanya.
Senin pagi, 12 Rabi’ul Awwal 11 H (Hari wafatnya Rasulullah)
Ketika
kaum muslimin sedang menunaikan sholat shubuh berjama’ah, dan Abu Bakar
r.a bertindak sebagai imam. Rasulullah membuka pintu rumahnya yang
bersebelahan dengan jama’ah shalat. Rasulullah tersenyum menyaksikan
para shahabatnya mendirikan shalat. Beliau teringat perjuangan
menyebarkan Islam yang telah beliau tempuh bersama para shahabatnya itu
selama 23 tahun.
Abu
Bakar dan sebahagian jamaah sadar kalau Rasulullah sedang memperhatikan
mereka di depan pintu rumahnya. Nyaris saja Abu Bakar melangkah mundur
sebagai isyarat agar Rasulullah mengimami mereka, namun Rasulullah
berkata, “Lanjutkan shalat kalian..”Rasulullah tersenyum dan menutup kembali pintu rumahnya.
Itu
adalah kali terakhir para shahabat melihat Rasulullah sebelum beliau
wafat. Dan juga kali terakhir Rasulullah melihat para shahabat, dan saat
itu mereka dalam keadaan sedang shalat.
Senin, waktu dhuha, 12 Rabi’ul Awwal 11 H (Hari wafatnya Rasulullah)
Fathimah ra., putri Rasulullah Saw mendatangi beliau, dan duduk di sebelah kanan Rasulullah. “Selamat datang wahai putriku” Sapa
Rasulullah. Lalu beliau membisikkan sesuatu kepada Fathimah, seketika
Fatimah menangis. Rasulullah membisikkan untuk kedua kalinya, dan
seketika itu pula Fatimah tertawa.
“Apa yang dikatakan Rasulullah Saw kepadamu?” Tanya Aisyah ra.
“Pertama, Rasulullah membisikkan kepadaku; ‘Bahwa
Malaikat Jibril biasanya menemuinya sekali dalam setahun untuk
membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, tahun ini Jibril dua kali
menemuinya. Ini mungkin pertanda ajalnya sudah dekat’. Makanya aku
menangis”. Jawab Fatimah Ra.
Lalu Fatimah melanjutkan, “Yang kedua, Rasulullah menanyakan, ‘Apa
kamu bersedia menjadi yang pertama dari keluargaku yang akan
melanjutkan perjuanganku? Atau bersediakah engkau menjadi ‘Ibu bagi
orang-orang yang beriman’ (ummahatulmukminin)?’.Dan aku tertawa haru
mendengar pertanyaan itu”, tuntas Fatimah ra.
Ini adalah dialog terakhir antara Rasulullah dengan putri tercintanya Fatimah Ra.
Senin, detik-detik wafatnya Rasulullah, 12 Rabi’ul Awwal 11 H
Di
detik-detik terakhir, datang Abdurrahman bin Abubakar (Abang dari
Aisyah ra) dan ia membawa siwak (kayu yang biasa digunakan untuk
membersihkan gigi). Aisyah melihat Rasulullah memperhatikan siwak
tersebut, dan lewat isyarat istrinya tahu Beliau seperti ingin bersiwak
saat itu. Lalu Rasulullah duduk bersandar di pangkuan Abdurrahman.
Aisyah ra. langsung tanggap dan meminta siwak dari Abdurrahman agar
diberikan kepada Rasulullah, dan bersiwak adalah pekerjaan Rasulullah
yang terakhir sebelum menemui ajal.
Setelah
selesai bersiwak, Rasulullah memandang ke atas, dan bibir beliau
berkomat-kamit pelan hingga Aisyah ra mendekatkan wajahnya dan mendengar
Rasulullah berdo’a;
مع
الذين أنعمت عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين، أللهم اغفرلي
وارحمني والحقني بالرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق
الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى..
Artinya:
“Sebagaimana
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat dari golongan para Nabi,
orang-orang yang jujur, para syuhada dan para shalihin. Wahai Allah,
ampunilah dosaku, sayangilah aku, dan pertemukan aku dengan-Mu
(Kekasihku Yang Maha Tinggi). Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi..
Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang
Maha Tinggi..
Setelah membaca kalimat di atas, Rasulullah membasuh wajahnya dengan air yang tersedia di sisi beliau, dan kembali melafadhkan ;
إن للموت لسكرات.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى..
Artinya:
“Sesungguhnya
kematian itu akan menghadapi ‘sakaratulmaut’, Wahai Allah, Kekasihku
Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai
Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi..”
Pada
saat malaikat ingin mencabut nyawa Baginda, Baginda masih memikirkan
umat-umatnya. Ummati! Ummati! Sampai begitu sekali sayang Rasulullah
pada kita.
Lalu Rasululllah-pun menghembuskan nafas terakhirnya..
Anas bin Malik mengisahkan, “Tiada
hari yang paling indah dan cerah selain hari kedatangan Rasulullah Saw.
ke Madinah. Dan tiada hari yang lebih mendung dan muram daripada hari
ketika Rasulullah Saw. wafat di Madinah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar